Rabu, 26 Januari 2011

PERKEMBANGAN MORFOLOGI KOTA PALANGKARAYA BERDASARKAN MOTIVASI

Palangkaraya adalah sebuah kota yang merupakan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Tengah. Kota ini memiliki luas wilayah 2.678,51 km² dan berpenduduk sebanyak 168.449 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 62,89 jiwa tiap km² (sensus 2003). Palangkaraya merupakan kota dengan luas wilayah terbesar di Indonesia. Sebagian wilayahnya masih berupa hutan, termasuk hutan lindung, konservasi alam serta Taman Nasional Tangkiling.

Unsur Cosmic Palangkaraya
Penduduk asli Palangkaraya adalah suku dayak. Seperti kita ketahui bahwa suku dayak merupakan suku yang memiliki berbagai macam tradisi dengan mempertimbangkan banyak unsur magis di dalamnya. Leluhur nenek moyang Suku Dayak berasal dari China (Provinsi Yunan). Berdasarkan konsep desain kota Palangkaraya awal mulanya bahwa pembangunan kota Palangkaraya yang diawali dengan peletakan tiang pertama (sekarang benama Monumen Peletakan Batu Pertama), secara berurutan diikuti dengan pembangunan dermaga gubernuran, Kantor Gubernur, Istana Gubernur, dan Bundaran. Pada bundaran terdapat 3 (tiga) jalan yang memusat ke bundaran yaitu sekarang bernama JL. Tjilik Riwut, Jl. Yos Sudarso dan Jl. Imam Bonjol. Dan apabila poros Dermaga Gubernuran, Monumen, Kantor Gubernur, Bundaran besar dan Jl. Yos Sudarso ditarik garis lurus, maka akan didapati sumbu yang mengarah ke arah timur laut dan barat daya, dan bila diteruskan maka sumbu yang ke arah timur laut akan melintasi Sungai Kahayan yang menurut kebudayaan Dayak, sungai adalah sumber kehidupan. Sedangkan apabila sumbu yang kearah barat daya diteruskan tak terhingga ke arah barat daya, maka sumbu ini akan melintasi Kota Jakarta, diduga tepat di Istana Negara. Unsure cosmic berupa sumbu penghubung ini turut menjadi sedikit unsur magis dari perkembangan Kota Palangkaraya baik di masa lampau maupun ke depannya.

Unsur Practical Palangkaraya
Palangkaraya adalah kota yang terletak di tengah-tengah Pulau Kalimantan. Perkembangan di kota ini dikatakan cukup pesat. Pada kota ini terdapat suatu jalan yang berbentuk seperti jaring laba-laba dengan pusat berupa Bundaran Besar Kota Palangkaraya. Bundaran ini merupakan asal mula terjadinya kota (merupakan lapangan alun-alun atau kegiatan penduduk), kemudian dihubungkan di jalur-jalur jalan ke segala jurusan sebagai syarat pengembangan kota.
Fungsi Kota Palangkaraya adalah sebagai pusat pemerintahan. Kedudukannya sebagai Ibu Kota Provinsi Kalimantan Tengah menjadikan banyak terdapat bangunan tinggi gedung yang digunakan sebagai pelananan yang berbasis pemerintahan. Bundaran Besar sebagai simbol Kota Palangkaraya di sekelilingnya terdapat gedung-gedung pemerintahan tersebut, seperti Gedung DPR Provinsi Kalteng, Kantor Gubernur dan Kantor Walikota Palangkaraya.
Selain pusat pemerintahan, Kota Palangkaraya juga merupakan kota dengan aktivitas perdagangan dan bisnis yang berkembang pesat. Berbagai pusat perbelanjaan tumbuh subur di kota ini. Tercatat belasan tempat belanja, baik pasar tradisional maupun pasar swalayan dan mall berada di dalam kota untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain itu, bisnis perhotelan juga termasuk yang mengalami pertumbuhan progresif.
Berbagai macam aktivitas perdagangan dan bisnis tersebut tumbuh pesat dikarenakan adanya jalur transportasi yang baik. Jalur transportasi dari dan ke Kota Palangkaraya berupa jalur darat, udara, dan air. Sarana transportasi perairan merupakan sarana transportasi dari sungai yang terkenal di Palangkaraya yaitu Sungai Kahayan. Ditengah kota Palangkaraya sendiri terdapat Jembatan Kahayan diatas sungai Kahayan yang menghubungkan kedua tempat yang biasa disebut dengan Pahandut dan Pahandut Seberang. Di sekitar sungai ini pula cikal bakal Kota Palangkaraya berada.

Unsur Organic Palangkaraya
` Dahulu Pulau Kalimantan merupakan pulau yang masih jarang penduduknya. Salah satu cikal bakal pertumbuhan kota ada di daerah sekitar Sungai Kahayan. Dari tempat itu, Palangkaraya tumbuh dan berkembang, dari yang sebelumnya merupakan kota yang tidak terencana, menjadi kota yang terencana dengan baik dan menyesuaikan dengan perkembangan kota-kota di Indonesia lainnya.
Simbol fleksibelnya Kota Palangkaraya terdapat pada bangunan-bangunan yang berada di sekitar Sungai Kahayan. Morfologi Kota Palangkaraya terutama yang berada di tepian sungai berbentuk menyesuaikan dengan alur sungai. Saat ini, daerah sekitar Sungai Kahayan berdiri bangunan padat dan terkesan indah dengan liukan sungai sebagai batas. Perkembangan kota selanjutnya meluas ke arah pusat kota, yaitu di Bundaran Besar.
Pola tata bangunan ke arah Bundaran Besar memiliki kecenderungan mengikuti pola jalan, yaitu memiliki kecenderungan membentuk pola linear dan radial. Konfigurasi grid dan linear menciptakan pola orientasi bangunan menghadap ke jalan. Fungsi Jalan Yos Sudarso, Imam Bonjol, Tjilik Riwut, dan RTA Milono sebagai sumbu utama memiliki pola linear dengan titik akhir adalah Bundaran Besar dan Bundaran Kecil sebagai pusat konfigurasi radial. Pola konfigurasi jalan radial memiliki membentuk pola orientasi bangunan yang terfokus pada titik pusat radial. Pola titik pusat radial ini pada penerapannya di Kota Palangkaraya didefinisikan sebagai Bundaran Besar di dekat Rujab Gubernur dan Bundaran Kecil di dekat Kantor Gubernur Kalteng.

RESUM ARTIKEL MENGENAI URBAN TISSUE


Sebuah kota merupakan tempat di mana segala kegiatan dilakukan. Kota dianggap sebagai sebuah jaringan atau tissue yang mencakup elemen-elemen fisik dan membentuk suatu jalinan atau keterikatan konfigurasi secara sinergis. Dengan demikian, segala hubungan sejarah maupun proses morfologi pembentukan kota dan perubahan-perubahan yang terjadi dapat dilihat secara utuh. Dinamika dan perkembangan kota juga dipengaruhi interaksi antara tatanan fisik dengan penduduk kota.

Jaringan perkotaan atau urban tissue mengacu pada tingkat lingkungan yang biasanya terkait dengan desain perkotaan. Jaringan terdiri atas morfologi lingkungan dan aktivitas manusia yang menyebabkan terbentuknya jaringan-jaringan tertentu pembentuk kota melalui prinsip-prinsip tertentu.

Sejarah urban tissue sebenarnya berasal dari Perancis. Disana ada seorang arsitektur bernama Baron Haussmann yang mampu melakukan renovasi besar-besaran dalam pembangunan kota Paris. Sistem penataan kota ini dinamakan “haussmanization”. Sistem ini muncul diakrenakan penataan kota Paris yang acak-acakan setelah terjadinya perang dunia serta akibat sistem pemerintahan yang buruk. Namun, Haussmann mengubah itu semua dengan didukung oleh teknologi modern seperti alat transportasi dan jaringan listrik.

Paris terbagi menjadi beberapa district atau kecamatan yang berfungsi untuk memudahkan pembagian areal untuk tujuan fungsi bangunan maupun pencarian alamat. Dibentuk boulevard atau jalan utama selebar 30-40 meter yang pada saat itu, ukuran jalan selebar ini terlalu fenomenal. Boulevard dirancang sebenarnya bukanlah untuk alasan view, namun memberikan padangan perspektif yang jelas ke arah monumen dengan lalu lintas yang lancer sehingga mobilisasi dapat dengan mudah melaluinya. Setiap sisi jalan utama dibuat lajur pejalan kaki yang lusa serta ditanami pohon-pohon peneduh yang besar. Hal ini mendorong terjadinya berbagai aktivitas yangmenghidupkan kota, misalnya perdagangan. Haussmann juga membuat blok-blok yang terbentuk melalui perpotongan beberapa jalan, dan digunakan semaksimal mungkin tanpa ada tersisa ruang sedikitpun yang tidak digunakan. Vegetasi yang terdapat pun banyak, seperti di ruang-ruang terbuka di pusat kota. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk beraktivitas dengan nyaman di ruang terbuka.

Hasil dari itu semua adalah Paris yang kita kenal sekarang. Paris terkenal mendapat julukan kota teromantis di dunia yang memberikan tempat-tempat eksotis untuk dikunjungi. Tiap detil kawasan dan arsitektural terancang secara cermat dan anggun. Terdapat boulevard yang dipenuhi pohon, trotoar yang nyaman, dan tentunya drainase yang lancar. Paris yang kita kenal sekarang adalah hasil dari kebijakan urban yang diktator.

Dalam morfologi kota, urban tissue juga diperlukan sebagai suatu bentuk yang memuat berbagai macam bentuk informasi, seperti jaringan jalan dan transportasi, jaringan pedestrian atau pejalan kaki, dan ruang terbuka hijau (RTH).

Jaringan transportasi memiliki peran penting dalam perkembangan suatu morfologi kota. London merupakan contoh kota yang memiliki sistem transportasi yang baik. Jaringan transportasi dibangun di bawah tanah dan menyebar ke sumbu-sumbu pusat bisnis (central business district). Setiap tempat-tempat strategis dibangun stasiun untuk mempermudah mobilisasi. Jaringan ini sangat menunjang pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut.

London juga memiliki ruang terbuka hijau yang sangat mencukupi untuk kebutuhan masyarakat akan aktivitas di luar ruangan. Tidaklah baik apabila setiap kota terus-menerus membangun lahan kotanya dengan bangunan yang menjulang tinggi tanpa menyisakannya untuk ruang terbuka hijau dan asri. Raymond Unwin berpendapat bahwa perumahan tidak boleh terlalu padat. Perlunya membuka ruang publik yang berkaitan dengan jumlah orang, sehingga memelihara lahan dari kepadatan kota. Gagasan ini biasa disebut dengan Garden City.

Gagasan Garden City sebenarnya bukan untuk membangun kota artistik, namun untuk menyediakan rumah layak dan terjangkau oleh masyarakat. Garden City dan daerah pinggiran mempunyai banyak kemiripan estetika. Gaya tersebut adalah abad pertengahan, dalam bentuk kumpulan pondok indah yang mengitari kehijauan alami dalam sebuah grup yang tak terlalu besar sehingga tak kehilangan karakter desanya dan tak terlalu kecil hingga tak mengurangi peluang interaksi sosial antar warganya. Setiap rumah memiliki kebun sendiri, diletakkan agar seluruh ruangan dilimpahi cahaya alami, tak terhalang rumah tetangga atau bangunan tambahan. Pandangan lebih ke arah dalam dengan sistim kuldesak. Jalan setapak berkerikil menyempit di antara jalur berpohon adalah estetika terbaik di Garden City.

Jaringan pedestrian atau pejalan kaki sering berkaitan dengan ruang terbuka hijau. Pedestrian yang nyaman dengan pepohonan yang menaunginya di sepanjang tepian jalan terbentuk teratur akan menjadi salah satu sector penting penghubung kegiatan masyarakat dengan pengembangan wilayah. Clarence Perry mengembangkan ide tentang neighbourhood atau daerah sekitar dengan menganalisis keunggulan yang ditemukan pada gardening dan forest hills gardens. Neighbourhood fokus kepada comunity center, tempat untuk rembug bersama anggota masyarakat. Hal penting dalam konsep yang ditawarkan oleh perry adalah pada fasilitas umum keseharian masyarakat seperti toko, sekolah,dan taman bermain haruslah berada pada jarak pejalan kaki dengan setiap rumah yang ada. Jalan dengan intensitas yg tinggi dijauhkan dari lingkungan neighbourhood. Ide dari Perry tersebut kemudian dikembangkan oleh Clarence Stein dengan sistem jalan grid, pemisahan antara jalan besar dengan jalan neighbourhood, dan dengan neighbourhood park yang akhirnya membentuk green belt yg mengelilingi kota.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pembentukan suatu morfologi dan arsitektur kota perlu memperhatikan urban tissue yang berfungsi sebagai sumber informasi misalnya jaringan transportasi, jaringan ruang terbuka hijau, jaringan pedestrian, dan sebagainya. Masing-masing urban tissue wilayah pasti berbeda, sehingga karakteristik dan keunikan yang dimiliki pun berbeda. Selain itu, morfologi kota juga perlu memperhatikan aspek sejarah atau history untuk mengetahui perkembangan apa saja yang telah terjadi di masa sekarang.

KETIMPANGAN WILAYAH KABUPATEN KEBUMEN

A. LETAK GEOGRAFIS
Kabupaten Kebumen merupakan kabupaten yang terletak di bagian selatan propinsi Jawa Tengah dengan posisi 7°27' - 7°50' Lintang Selatan dan 109°22' - 109°50' Bujur Timur. Secara administratif terdiri dari 26 kecamatan dengan luas wilayah sebesar 128.111,50 ha atau 1.281,11 km², dengan kondisi beberapa wilayah merupakan daerah pantai dan pegunungan, sedangkan sebagian besar merupakan dataran rendah. Batas-batasnya adalah
Sebelah Timur : Kabupaten Purworejo
Sebelah Selatan : Samudra Indonesia
Sebelah Barat : Kabupaten Cilacap dan Banyumas
Sebelah Utara : Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara








Sumber : Kabupaten Kebumen Dalam Angka, 2004



B. DISPARITAS ANTAR WILAYAH
Ketimpangan wilayah di Kabupaten Kebumen dapat dilihat melalui angka Indeks Williamson yang dicari dengan rumus :

IW = ∑ (yi – y)2 ∑ fi/n
y

IW = Indeks Williamson
fi = Jumlah penduduk pada masing-masing kecamatan
n = Jumlah penduduk kabupaten
yi = Pendapatan perkapita pada masing-masing kecamatan
y = Pendapatan perkapita kabupaten

Besaran angka Indeks Williamson bergerak dari 0,00 sampai dengan tak terhingga. Semakin besar angka, berarti disparitas atau ketimpangan di suatu wilayah tersebut semakin besar.
Besaran Indeks Williamson :
IW = 0,00 à No Spatial Disparity.
IW = kecil à Spatial Disparity kecil.
IW = besar à Spatial Disparity besar.
Perhitungan disparitas menggunakan data-data yaitu jumlah penduduk dan produk regional bruto (PDRB) untuk selanjutnya diketahui PDRB per kapita. Kemudian data PDRB per secktor yang mempengaruhi PDRB secara akumulasi di wilayah tersebut. Periode waktu yang digunakan adalah minimal 3 tahun untuk mengetahui perkembangannya.




C. DISPARITAS KABUPATEN KEBUMEN
Sektor ekonomi yang paling berperan besar dalam menyumbang PDRB Kabupaten Kebumen adalah sector pertanian, namun laporan ini akan membahas pengaruh sector industri pengolahan terhadap disparitas di Kabupaten Kebumen (sebagai nation) dan kecamatan sebagai region. Hasil perhitungan indeks Williamson di wilayah ini adalah sebagai berikut :
HASIL PERHITUNGAN INDEKS WILLIAMSON
KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2004 - 2006
(ATAS DASAR HARGA BERLAKU)
NO TAHUN INDEKS WILLIAMSON
DENGAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TANPA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN SELISIH
1 2004 0,51 0,28 0.23
2 2005 0,21 0,25 0.04
3 2006 1,79 0,22 1.57
Sumber : Analisis Pribadi, 2010


Sumber : Analisis Pribadi, 2010

Dari hasil perhitungan di atas dapat dilihat bahwa terdapat disparitas atau ketimpangan di Kabupaten Kebumen, karena angka indeks Williamson lebih dari 0,00. Selama periode 3 tahun, ketimpangan yang paling besar terjadi adalah pada tahun 2006. Angka indeks Williamson dengan industry pengolahan adalah 1,79. Sedangkan yang terkecil adalah pada tahun 2005, angka indeks Williamson dengan industry pengolahan adalah 0,21.
Kecamatan yang paling berkontribusi besar menaikkan angka PDRB per kapita dalam sektor industri pengolahan adalah Kecamatan Pejagoan, yaitu pada tahun 2004 sebesar Rp 88,272.49 juta, 2005 sebesar Rp 95,707.20 juta, dan 2006 sebesar Rp 109,552.12 juta. Sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Sadang, yaitu pada tahun hanya 2004 sebesar Rp 679.31juta, 2005 sebesar Rp 724.43 juta, dan tahun 2006 sebesar Rp 815.07 juta.
Secara umum grafik indeks williamson Kabupaten Kebumen tahun 2004 sampai dengan 2006 tanpa industri pengolahan adalah menurun. Hal ini membuktikan bahwa ketimpangan yang terjadi semakin mengecil. Akan tetapi, grafik indeks Williamson dengan industry pengolahan cenderung naik turun, hal ini dikarenakan sector industri pengolahan di masing-masing kecamatan belum merata, sehingga sector ini mempengaruhi ketimpangan Kabupaten Kebumen secara signifikan.
Tingginya indeks willamson dengan industri di Kabupaten Kebumen tidak dapat diartikan sebagai ketimpangan Kabupaten Kebumen secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan sektor basis di tiap-tiap kecamatan berbeda, sesuai dengan potensinya. Sebagai contoh, Kecamatan Kebumen sebagai ibukota kabupaten memiliki angka PDRB per kapita lebih kecil dibandingkan dengan Kecamatan Pejagoan dala sektor industri pengolahan. Akan tetapi di Kecamatan Kebumen memiliki PDRB per kapita paling besar dalam sektor jasa-jasa. Karena, potensi kecamatan ini merupakan ibukota kabupaten, sehingga banyak usaha jasa yang berkembang dan meningkatkan kontribusi PDRB per kapita dalam sektor jasa-jasa.

ANALISIS LOKASI DAN ALOKASI FASILITAS RUMAH SAKIT DI KOTA PEKALONGAN TAHUN 2007

A. LATAR BELAKANG

Dalam sebuah kota, terdapat sekelompok masyarakat yang tinggal dengan segala aktivitasnya. Aktivitas manusia semakin lama semakin berkembang, oleh karena itu dibutuhkan suatu fasilitas guna menunjang aktivitas manusia tersebut. Fasilitas adalah faktor atau hal-hal yang menunjang dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat. Fasilitas sangat berpengaruh karena terkait persebaran penggunaan lahan bagi pemukiman. Alokasi lokasi fasilitas bertujuan untuk melokasikan fasilitas pelayanan sedemikian rupa sehingga total biaya atau usaha penduduk untuk memperoleh pelayanan tersebut adalah minimal.

Fasilitas dibedakan atas dua jenis, yaitu fasilitas umum dan fasilitas sosial. Fasilitas umum berupa prasarana dasar seperti jalan, listrik, telepon, dan air, sedangkan fasilitas sosial misalnya rumah sakit, pendidikan, perumahan, dan peribadatan. Semua jenis fasilitas ini harus disediakan oleh pemerintah kota untuk menunjang kegiatan masyaraktnya. Namun, tentu saja semua fasilitas, baik itu pelayanan maupun aksesibiltas harus dapat dijangkau segala lapisan masyarakat.

Fasilitas kesehatan berupa rumah sakit merupakan salah satu fasilitas penting kota untuk menunjang kesehatan masyarakatnya. Alokasi rumah sakit perlu menmperhatikan beberapa aspek, salah satunya adalah jumlah minimal rumah sakit yang seharusnya dibangun sesuai dengan jumlah penduduk, sehingga rumah sakit tersebut dapat terus ada untuk melayani masyarakat.

B. GAMBARAN UMUM

Kota Pekalongan merupakan salah satu Wilayah di provinsi Jawa Tengah. Kota Pekalongan terletak diantara 2 wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Batang dan Kabupaten Pekalongan, serta dilalui arus lalu lintas nasional yang memiliki pengaruh sangat kuat terhadap wilayah di sekitarnya.

Kota Pekalongan mempunyai luas wilayah sebesar 4.525Ha dari luas wilayah Provinsi Jawa Tengah yang seluas 3254 ribu Km2. Jarak terjauh dari utara ke selatan mencapai ± 9 Km, sedangkan dari barat ke timur mencapai ± 7 Km. Secara administratif Kota Pekalongan terdiri dari 4 kecamatan yang terbagi lagi menjadi 47 kelurahan. Distribusi luas Wilayah Kota Pekalongan adalah Kecamatan Pekalongan Barat 22% (1.004,9 ha), Kecamatan Pekalongan Timur 21% (951,7 ha), Kecamatan Pekalongan Utara 33% (1.487,8 ha)dan Pekalongan Selatan 24% (1.050,3 ha). Kota pekalongan secara geografis terletak di pesisir utara Provinsi Jawa Tengah dengan kondisi topografi yang relatif datar dan kota Pekalongan terletak pada 109037’55” – 109042’19" Bujur Timur dan 6050’42” – 6055’44” Lintang Selatan. Batas-batas wilayah Kota Pekalongan dengan wilayah sekitarnya adalah sebagai berikut: :

¨ Sebelah Utara : Laut Jawa

¨ Sebelah Barat : Kabupaten Pekalongan

¨ Sebelah Selatan : Kabupaten Pekalongan dan kabupaten Batang

¨ Sebelah Timur : Kabupaten Batang

Kota Pekalongan terletak di dataran rendah pantai utara Pulau Jawa dengan ketinggian lahan antara 1 meter di atas permukaan laut (dpl) pada wilayah bagian utara dan 6 meter dpl. Pada wilayah bagian selatan. Ditinjau dari kemiringan lahan, Kota Pekalongan termasuk daerah yang relatif datar, yaitu dengan kemiringan lahan rata-rata antara 0-5%.

Jumlah penduduk Kota Pekalongan mengalami peningkatan dari tahun 2006 ke 2007 sebesar 3.520 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki pada tahun 2007 sebanyak 132.196 jiwa (48,6%) dan perempuan sebanyak 139.794 jiwa (51,4%). Konsentrasi jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Pekalongan Barat dan terkecil di Kecamatan Pekalongan Selatan. Lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini :

Tabel 1.1

KEPADATAN PENDUDUK KOTA PEKALONGAN TAHUN 2007

No

Kecamatan

Luas Daerah (Km2)

Jumlah Penduduk

Kepadatan Penduduk (jiwa/Km2)

1

Pekalongan Barat

10,05

86.994

8.656

2

Pekalongan Timur

9,52

63.045

6.622

3

Pekalongan Selatan

10,8

50.198

4.648

4

Pekalongan Utara

14,88

71.753

4.822

Jumlah Total

45,25

271.990

6.011

Sumber: Kota Pekalongan dalam Angka, BPS, 2006-2007

Pada tabel diatas dapat ditafsirkan bahwa Kepadatan penduduk di Kota Pekalongan rata-rata sebesar 6.011 jiwa/km2. Kepadatan terbesar di Kecamatan Pekalongan Barat sebesar 8.656 jiwa/km2 dan terkecil di Kecamatan Pekalongan Selatan sebesar 4.648 jiwa/km2.

Jumlah penduduk menurut kelompok umur di Kota Pekalongan di dominasi oleh penduduk berusia 15 – 19 tahun dengan prosentase 12,4%, kemudian penduduk usia 20 – 24 (10,4%) dan yang terkecil adalah penduduk usia 75 tahun ke atas (0,9%). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini :

Tabel 1.2

JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN KELOMPOK UMUR

KOTA PEKALONGAN TAHUN 2007

No

Kelompok Umur

Laki-Laki

Perempuan

Jumlah

1

0-4

11.490

11.564

23.054

2

5-9

12.359

12.059

24.418

3

10-14

12.535

12.330

24.865

4

15-19

16.424

17.247

33.671

5

20-24

13.676

14.723

28.399

6

25-29

11.890

13.017

24.907

7

30-34

10.783

11.969

22.752

8

35-39

10.150

11.478

21.628

9

40-44

9.145

9.275

18.420

10

45-49

7.447

6.937

14.384

11

50-55

5.078

5.363

10.441

12

56-59

3.736

4.251

7.987

13

60-64

3.378

4.445

7.823

14

65-69

1.739

2.120

3.859

15

70-74

1.383

1.678

3.061

16

75+

983

1.338

2.321

Jumlah Total

132.196

139.794

271.990

Sumber: Kota Pekalongan Dalam Angka, BPS, 2006-2007

Gambar 1.1

GRAFIK PENDUDUK BERDASARKAN KELOMPOK UMUR

KOTA PEKALONGAN TAHUN 2007


Sumber: analisis pribadi

Tabel 1.3

JUMLAH SARANA KESEHATAN DI KOTA PEKALONGAN TAHUN 2007

No

Kecamatan

Jumlah Sarana Kesehatan (unit)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

1

Pekalongan Barat

1

1

2

3

8

3

120

5

0

13

4

2

Pekalongan Timur

2

0

3

3

6

3

102

6

0

13

0

3

Pekalongan Selatan

0

0

1

2

7

2

72

3

0

5

0

4

Pekalongan Utara

1

0

1

2

7

2

87

7

1

7

0

Jumlah

4

1

7

10

28

10

381

21

1

38

4

Sumber: Kota Pekalongan dalam Angka, 2007

Keterangan:

1. Rumh Sakit

2. RS. Bersalin

3. R. Bersalin

4. Puskesmas

5. Puskesmas Pembantu

6. Puskesmas keliling

7. Posyandu

8. Balai pengobatan umum

9. Balai pengobatan paru – paru

10. Apotek

11. Lab. Klinik

Sarana kesehatan yang ada di Kota Pekalongan telah tersebar hampir di semua kecamatan, seperti sarana rumah bersalin, puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu, BPU (Balai Pengobatan Umum) dan apotek. Sedangkan sarana RS (Rumah Sakit) belum menjangkau sampai Kecamatan Pekalongan Selatan, begitu pula sarana BP (Balai Pengobatan) Pari-Paru hanya terdapat di Kecamatan Pekalongan Utara, serta sarana RS Bersalin dan Laboraturium Klinik yang hanya terdapat di Kecamatan Pekalongan Barat, merupakan kecamatan yang memiliki sarana kesehatan paling lengkap.

Gambar 1.2

PERSEBARAN SARANA KESEHATAN DI KOTA PEKALONGAN

TAHUN 2007


Sumber: Kota Pekalongan dalam Angka, 2007

Di Kota Pekalongan tersedia berbagai fasilitas sebagai alat yang akan mendukung kegiatan penduduk, salah satunya adalah rumah sakit. Terdapat empat rumah sakit, baik negeri maupun swasta yang tersebar di seluruh kecamatan. Berikut data persebaran rumah sakit di Kota Pekalongan :

Tabel 1. 4

Rumah Sakit di Kota Pekalongan

NO

NAMA RUMAH SAKIT

ALAMAT

KECAMATAN

1

RSU PEKALONGAN

JL. VETERAN 31 PEKALONGAN

PEKALONGAN UTARA

2

RSU BUDI RAHAYU

JL. BARITO 5 PEKALONGAN

PEKALONGAN TIMUR

3

RS SITI KHODIJAH

JL. BANDUNG 47 PEKALONGAN

PEKALONGAN TIMUR

4

RSK THT PURI HUSADA

JL. BENGAWAN 34 PEKALONGAN

PEKALONGAN BARAT

Sumber: Kota Pekalongan Dalam Angka, BPS, 2006-2007



C. ANALISIS JANGKAUAN PELAYANAN RUMAH SAKIT

Kegiatan pelayanan dalam wilayah suatu waktu pasti akan menemukan masalah, masalah yang biasanya ditemuin adalah tidak meratanya lokasi pelayanan dengan populasi penduduk yang akan dilayani. Hal ini menimbulkan tidak efisiennya fasilitas tersebut karena memungkinkan terjadinya tumpang tindih, bahkan kelangkaan fasilitas akibat peletakan fasilitas yang terpusat di tempat tertentu. Alokasi fasilitas dalam penataan ruang adalah bagaimana memaksimalkan atau meminimalkan sesuatu pada kondisi di mana terdapat tujuan-tujuan yang saling bertentangan dalam hal pelayanan.

Jumlah Penduduk

Jumlah Penduduk Standar

Tujuan dari Alokasi lokasi baru fasilitas yaitu untuk mengevaluasi dan menentukan lokasi-lokasi yang akan direncanakan untuk dibangun pada daerah yang tidak terjangkau oleh suatu fasilitas yang sama. Analisis jumlah fasilitas rumah sakit yang seharusnya berada di Kota Pekalongan dapat dicari menggunakan rumus :


Standar penduduk pemenuhan fasilitas sosial dapat diketahui dalam data berikut ini :

Tabel 1.5

Standar Pemenuhan Fasilitas Sosial

No.

Jenis Fasilitas

Macam Fasilitas

Standar Penduduk

Skala Pelayanan (m)

Kota

Kecamatan

Kelurahan

1

Pendidikan

TK

1000

-

-

500

SD

1600

-

-

1000

SLTP

4800

5000

2500

-

SLTA

6000

10000

5000

-

2

Kesehatan

RSU

120000

10000

-

-

Puskesmas

30000

-

3000

BKIA

120000

10000

-

-

Apotek

10000

-

-

1500

Praktek Dokter

6000

-

-

1500

3

Taman

Taman Lingkungan

250

-

-

250

Taman Kota

2500

5000

-

-

Lapangan Olahraga

30000

-

2500

-

GOR

120000

10000

-

-

Sumber : SK Menteri Pekerjaan Umum No. 20/KPTS/1986

271.990

120.000

Dari data di atas, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk minimal (trsehold) fasilitas dalam skala kota adalah 120.000 jiwa. Oleh karena itu, jumlah rumah sakit yang seharusnya tersedia di Kota Pekalongan adalah :

= 2,27, dibulatkan menjadi 2 buah Rumah Sakit


Jumlah rumah sakit di Kota Pekalongan adalah 4 buah, sedangkan menurut rumus, standar jumlah rumah sakit minimal adalah 2 buah. Hal ini menandakan di Kota Pekalongan sarana kesehatan berupa rumah sakit telah memenuhi standar kebutuhan bagi msayarakat Kota Pekalongan, bahkan jumlah yang lebih itu menandakan pelayanan fasilitas kesehatan di Kota Pekalongan sudah baik. Perhitungan jangkauan pelayanan fasilitas kesehatan rumah sakit di Kota Pekalongan adalah sebagai berikut :

¨ Skala Peta = 1 : 4828

¨ Skala Pelayanan RS = 10.000 meter = 1.000.000 cm

¨ Jari-jari buffer untuk area pelayanan pada peta dihitung dengan cara :


Angka 207 meter berarti setiap satu buah rumah sakit jari-jari jangkauan pelayanan pada kondisi eksisting adalah 207 meter pada jarak sebenarnya. Terdapat empat rumah sakit dengan jangkauan pelayanan yang terdapat pada peta sebagai berikut :

Dari peta persebaran fasilitas rumah sakit dan jangkauan pelayanannya dapat diketahui bahwa jangkauan pelayanan keseluruhan rumah sakit di Kota Pekalongan meliputi keseluruhan wilayah Kota Pekalongan, bahkan beberapa rumah sakit seperti Rumah Sakit Siti Khodijah memiliki jangkauan pelayanan hingga daerah lain, yaitu Kabupaten Batang, serta RSK THT Puri Husada yang terletak di Kecamatan Pekalongan Barat jangkauan pelayanannya sampai ke Kabupaten Pekalongan. Kedua wilayah tersebut termasuk ke dalam jangkauan pelayanan kedua rumah sakit ini karena letaknya yang memang bersebelahan dengan Kota Pekalongan.

Dengan jangkauan pelayanan yang melebihi batas Kota Pekalongan, berarti menandakan pelayanan fasilitas untuk hamper keseluruhan jumlah penduduk di Kota Pekalongan terpenuhi dengan baik. Akan tetapi, masih ada sebagian kecil daerah Kota Pekalongan yang belum tersentuh pelayanan fasilitas kesehatan berupa rumah sakit, yaitu di Kecamatan Pekalongan Selatan. Meskipun demikian di kecamatan ini masih terdapat faslilitas kesehatan lain yang jangkauannya lebih rendah seperti puskesmas dan posyandu. Apabila penduduk menginginkan fasilitas kesehatan yang lebihb tinggi hirarkinya yaitu rumah sakit, maka penduduk di kecamatan tersebut dapat menuju rumah sakit di kecamatan lain. Aksesibilitas penduduk untuk menjangkau rumah sakit juga sangat mudah, sehingga hal ini cukup efisien.

Analisis perhitungan apabila akan dibangun rumah sakit baru di Kecamatan Pekalongan Selatan :


Angka hasil analisis perhitungan didapat angka kurang dari satu, sehingga mencerminkan bahwa di Kecamatan Pekalongan Selatan tidak efisien bila dibangun rumah sakit baru, hal ini dikarenakan jumlah penduduk minimalnya tidak memenuhi jumlah penduduk standar pelayanan rumah sakit. Apabila tetap dibangun, maka eksistensi rumah sakit yang baru tidak akan bertahan lama akibat kekurangan pasien.

D. KESIMPULAN

Di Kota Pekalongan tedapat empat buah rumah sakit, baik negeri maupun swasta yaitu Rumah Sakit Umum Kota Pekalingan, Rumah Sakit Siti Khodijah, Rumah Sakit Budi Rahayu, dan RSK THT Puri Husada yang jangkauan pelayanannya mencakup hampir keseluruhan luas wilayah Kota Pekalongan, sampai dengan luar wilayah Kota Pekalongan, yaitu Kabupaten Batang dan Kabupaten Pekalongan. Jangkauan pelayanan yang luas ini menandakan bahwa penduduk di Kota Pekalongan telah terpenuhi kebutuhan akan fasilitas kesehatan, terutama rumah sakit.

Di Kecamatan Pekalongan Selatan masih belum terlayani oleh jangkauan fasilitas rumah sakit ini. Namun, apabila akan dibangun rumah sakit baru di kecamatan ini akan tidak efisien, sebab berdasarkan hasil perhitungan, jumlah penduduk eksisting masih jauh kurang dibandingkan dengan jumlah penduduk standar untuk pembangunan rumahsakit. Apabila akan dipaksakan dibangun. Maka dikhawatirkan eksistensi rumah sakit baru ini tidak akan bertahan lama. Apabila penduduk di Kecamatan Pekalongan Selatan membutuhkan sarana kesehatan, masih terdapat fasilitas kesehatan lain yang hirarkinya lebih rendah, yaitu puskesmas dan posyandu, sedangkan apabila membutuhkan pelayanan rumah saki, maka dapat melakukan perjalanan dengan aksesibilitas yang mudah.